5 Hal yang WAJIB Diperhatikan Agar POV Campuran Tak Merusak Novel Kalian

 



Halo, Teman Writers yang budiman. Bertemu denganku lagi di sini dalam platform yang berbeda. Biasanya kita membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepenulisan di channel Youtube aku, Yunita R Saragi. Namun, sekarang kita ketemu di sini dulu. Di kanal Youtube, tentu saja tetap jalan dengan program utama Bedah Buku Belajar ‘Nulis setiap hari Sabtu jam delapan pagi. Akan tetapi, keberadaan blog ini hadir untuk menjawab cepat pertanyaan Teman-teman Writers, baik di kolom komentar video Youtube aku, juga yang DM di Instagram aku @yunitarsaragi. Untuk membuat satu video itu step-nya lumayan panjang, jadi aku tuliskan dulu di blog. Kemudian kalau nanti ada waktu, untuk Teman-teman yang lebih nyaman dengan menonton video akan kita buatkan videonya. Tentu saja video itu akan diunggah ke channel Youtube Yunita R Saragi.

            Olrait! Langsung saja kita mulai.

            Waktu Bedah Buku Belajar ‘Nulis dari sebuah novel yang menggunakan sudut pandang campuran (multiple point of view) yang lalu, salah satu Teman Writer meminta untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang POV campuran ini. Ya, udah mari kita diskusikan sama-sama, yok! Siapa tahu ada teman-teman yang berencana menggunakan POV campuran juga untuk novel kalian selanjutnya.

            Omong-omong, saat ini aku sedang proses revisi naskah novel bergenre horor yang akan terbit di KMC Publisher. Aku menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas (limited third person POV) untuk naskah tersebut. Dalam proses revisinya, terbit niatku untuk mengubah POV tersebut menjadi multiple POV. Kalian tahu apa yang pertama kali ditanyakan Bang Yandi ASD, editorku?

            “Kalau boleh tahu, apa tujuan Kakak mengubahnya?”

            Jawabku, “Biar ceritanya bisa dipaparkan lebih detail dari tiap-tiap karakter utamanya.”

            Namun setelah diskusi berlanjut, alasanku ini belum cukup kuat dan sebenarnya tidak terlalu berguna untuk ceritaku. Paparan detail masih bisa dilakukan jika menggunakan limited third person saja. Bahkan, terkhusus untuk naskahku ini limited third person (narator hanya mengetahui segala sesuatunya dari sudut pandang satu karakter saja—dalam naskahku hanya tahu dari sudut pandang karakter utama Amelia Fayla) justru memudahkan untuk menyimpan misteri tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya. So, naskahku ini tetap lanjut menggunakan POV tersebut.

            Eh, by the way, Teman-teman udah pada tahu, kan, jenis-jenis POV? Kalau belum, kita pernah membahasnya detail di kanal Youtube aku. Link: https://youtu.be/Zs3kDECoU-0 dan https://youtu.be/ASNmDTE9b9U.

            Oke, sekarang kita balik lagi ke apa, sih, sebenarnya yang harus dan tidak boleh dilakukan ketika kita memilih multiple POV ini? Langsung aja, mari kita melompat ke sana dan menyelaminya satu per satu.

 

1.      Tujuan penggunaan POV campuran harus jelas

Dalam segala hal tujuan jelas itu wajib. Sama halnya dengan pemilihan POV ini. Untuk apa Teman-teman melakukannya? Hanya sekadar keren-kerenan saja? Biar tampak rumit kayak novel-novel terjemahan gitu, Kak. Kalau bisa, sih, jangan seperti itu. Kalau tak cukup lihai, kita bisa terjebak dengan permainan kita sendiri. Alih-alih bikin cerita menarik, pembaca justru kabur lebih cepat karena merasa ide kalian menggunakan POV ini adalah ide buruk. Pembaca dibuat bingung, dibuat muak karena mengulang-ulang cerita, dan nggak jelas juntrungannya.

Jadi, tanyakan dulu kepada diri sendiri dan ceritanya, kira-kira untuk apa kita menggunakan mulitple POV. Semisal, masing karakter-karakter kita sangat unik dan menarik sehingga harus ditampilkan satu per satu aksi/motivasi/gagasan mereka dan ini bisa menyumbangkan banyak hal pada cerita kita. Atau, karakter utama kita ternyata tidak akan bisa menyampaikan gagasan cerita tertentu (bisa jadi tersebab punya suatu sifat/sikap yang bertolak belakang dengan gagasan tersebut), sehingga kalian harus punya satu karakter lain yang ‘berani’ untuk menyampaikannya. Banyak sekali alasan-alasan lain, tetapi satu yang pasti harus dipikirkan apa impact/pengaruhnya pemilihan multiple POV ini pada cerita kalian.

 

2.      Pastikan setiap POV karakter punya pembeda

Jika kalian sudah punya alasan yang tepat memilih multiple POV, hal selanjutnya yang harus dipikirkan adalah jangan sampai antara suara POV satu karakter dengan karakter lainnya tetap sama. Lalu, apa gunanya dibuat multiple POV jika ternyata disajikan dalam suara yang sama? Kalau begitu, kenapa tidak kita pakai saja omnicient third person POV (sudut pandang orang ketiga yang tahu segalanya/sudut pandang ‘Tuhan’/serbatahu)? Kita nggak akan kesulitan, kan, membeda-bedakan warna cerita setiap karakternya. Pembaca juga tidak akan menjadi bingung. Semua suara/gagasan/ide/aksi karakter-karakternya bisa disampaikan dengan warna seragam sang ‘narator’ yang tahu segala itu.

Well, jika kalian tetap bersikeras menggunakan multiple POV, maka pastikan kembangkan terlebih dahulu keunikan-keunikan ‘suara’ karakter kalian yang akan menjadi sang ‘narator’ di cerita kalian itu, baik dari dialognya, aksi-aksi mereka, cara mereka berpikir/memandang suatu hal, juga motivasi mereka.

  

3.      Khusus bagi pengguna multiple POV pemula, jangan campurkan terlalu banyak karakter.

Untuk ini paling tidak, tiga perwakilan karakter penyumbang utama cerita sudah cukup, ya, Teman-teman. Kebanyakan akan membuat kita kerepotan. Akan tetapi tidak masalah jika teman-teman sudah ‘pro’ dalam menggunakan jenis POV ini.

 

4.     Tetap konsisten satu bab untuk satu sudut pandang karakter.

Sebenarnya tujuan hal ini harus dilakukan secara konsisten adalah untuk memudahkan pembaca kita. Misalnya, bab satu dari sudut pandang karakter yang bernama Amelia Fayla. Jika sudah berganti bab, kita ganti dengan karakter lain, demikian seterusnya.

 

Catatan tambahan:

Menurutku, saat kita menggunakan POV campuran kita hanya bisa menggunakan sudut pandang orang pertama (first person POV) dan sudut pandang orang ketiga terbatas (limited third person) untuk setiap karakter. Bisa juga sudut pandang orang kedua (second person POV), tetapi itu pun kalau kita sudah mahir menggunakan POV ini. Jika menggunakan sudut pandang orang ketiga yang tahu segalanya, maka sebenarnya ini tidak lagi bisa dikatakan menggunakan POV campuran, melainkan hanya satu: yakni, sudut pandang orang ketiga mahatahu.       

Sebagai contoh, aku akan mengambil dari sebuah novel triler keren karya Paula Hawkins, berjudul The Girl on the Train yang menggunakan multiple POV.

           

                        Rachel

 

Dulu, ibuku sering mengatakan bahwa imajinasiku terlalu aktif; Tom juga berkata begitu. Aku tak bisa menghentikan kebiasaan ini. Ketika melihat onggokan benda yang dicampakkan, kaus kotor atau sepatu sebelah, mau tak mau yang terpikirkan olehku pasangan sepatu itu, dan kaki yang pas dengannya.

 

            Megan

 

Aku bisa mendengar kereta datang; aku hafal iramanya. Kereta itu menambah kecepatan ketika melesat keluar dari stasiun Northcote dan, setelah berderak-derak melewati belokan, mulai melambat dari derak menjadi deru, lalu terkadang decit rem terdengar ketika kereta itu berhenti di dekat tiang sinyal perlintasan yang letaknya beberapa ratus meter dari rumah.

 

Novel ini menggunakan campuran sudut pandang orang pertama. Campuran orang pertama yang dimaksud adalah karakter-karakter yang ada di dalam novelnya. Bab pertama dari sudut pandang Rachel (aku adalah Rachel). Bab kedua dari sudut pandang Megan (aku adalah Megan). Dan, nanti hampir di tengah muncul satu lagi sudut pandang yaitu Anna (aku adalah Anna). Pergantian sudut pandang karakter di novel ini juga sangat konsisten, satu bab untuk Rachel, satu bab untuk Megan, satu bab untuk Anna, dan demikian seterusnya sampai cerita habis diceritakan.

            Contoh kedua aku akan mengambil novel dari penulis yang tak lain tak bukan adalah editor novel hororku sendiri yaitu Bang Yandi ASD berjudul Kelanar.

 

                        Bab I

                         Mama bilang, makan bangkai tikus itu menyehatkan.

            Dia selalu memaksaku untuk memakannya, padahal aku lebih suka makan ekor cecak dan kecoak. Rasanya gurih dan manis, apalagi kalau ditambah saus kacang.

 

Bab II

 

            Sentanu senang melukis.

            Kamu tahu itu.

            Tetapi dia orangnya berantakan.

            ...

            Kamu awalnya tidak ingin mempermasalahkan hal tersebut, tetapi Sentanu tidak pernah mau bersih-bersih. Dia hanya bisa mengotori apartemennya terus menerus.

 

Novel Kelanar ini memiliki POV campuran yang cukup unik. Bab pertama meggunakan sudut pandang orang pertama yaitu dari sudut pandang seorang anak (aku adalah seorang anak). Bab selanjutnya menggunakan sudut pandang orang kedua atau narator adalah orang kedua di luar cerita yang menceritakan terbatas dari yang hanya diketahui seorang ‘ampas rautan pensil di dalam toples’. Artinya walaupun menggunakan sudut pandang orang kedua, tetap haruslah terbatas. Demikian pula jika menggunakan sudut pandang orang ketiga, harus menggunakan sudut pandang orang ketiga yang terbatas pula.

Dan, jika Teman-teman ingin perbandingan lebih jauh mengenai novel yang menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu dan tidak dapat dikatakan sebagai multiple POV, silakan baca karya penulis Swedia Jonas Jonasson yang berjudul The Girl Who Saved The King of Sweden. Bisa dipinjam di Ipusnas. Meskipun setiap karakter disampaikan secara detail sampai ke isi pikiran dan motivasinya, tetapi ini tidak termasuk POV campuran, melainkan hanya satu sudut pandang: orang ketiga yang sebatahu.

 

5.     Jangan retelling/mengulang-ulang scene/informasi yang sama

Karena menggunakan sudut pandang campuran, membuat kita tergoda untuk mengulang lagi scene sama tanpa tambahan hal baru apa pun lagi. Ini akan membuat pembaca akan menjadi bosan dan jalan cerita menjadi lambat alias bertele-tele.

Lakukan hal ini jika yang ditambahkan itu adalah hal yang luar biasa dan memberikan efek kejutan bagi pembaca. Seperti misalnya di karater Amelia Fayla, di scene bekerja di kantor, tak disampaikan bahwa kopinya telah diracuni. Namun, di sudut pandang berikutnya, contohnya dalam scene yang sama ditambahkan kopi itu dibubuhkan racun. Ini hanya contoh, tentu Teman-teman bisa menuliskan hal yang lebih menarik lagi.

        Demikian, Teman-teman. Aku pikir lima hal ini cukup untuk menjadi pegangan Teman-teman ketika memilih POV campuran dalam mengeksekusi cerita kalian. Akhir kata, tetap semangat menulis dan jangan lupa tunggu novel hororku yang akan terbit sebentar lagi, ya. Nah, itu sepertinya akan terus menggunakan limited third person dari Amelia Fayla karena tak ada alasan yang begitu kuat untuk menggunakan POV campuran.

 

Medan, 30 Maret 2021

Yunita R Saragi

Comments

Post a Comment

Popular Posts